• 08533-699-8862
  • pcisnukabkediri@gmail.com
  • Mon – Fri: 8:00am – 7:00pm
PC ISNU Kab. Kediri PC ISNU Kab. Kediri
  • Beranda
  • Profil
    • Susunan Pengurus
    • Program Kerja
    • Tentang Kami
    • Visi Misi
  • Informasi
    • Seragam ISNU
    • Cara Menjadi Anggota ISNU
  • AHAD PAGI
  • Download File
  • KHAZANAH ISLAM
    • DUA SALING
    • Sikap Islam Terhadap Budaya
    • Kick Off
    • Amanat ?
    • Hijrah Berguru
    • Jangan Salah Semangat
    • Buku Muʼtamar ke-XXII Partai Nahdlatul ʼUlama
  • GALERI
    • Galeri Video
  • February 26, 2023
  • adminisnu
  • 2 Comments
  • 509 Views
  • 2 Likes
  • CATATAN AHAD PAGI

BAHASA & BUDAYA [5]

SALAH satu pengertian bahasa adalah arbitrer, apa maksudnya? Bahasa itu manasuka atau suka-suka. Arbitrer merupakan kata sifat, yang dalam KBBI punyai dua arti; sewenang-sewenang dan manasuka. Kata manasuka juga mempunyai dua arti; sesuka hati dan dengan sukarela. Arti kata ini berkembang, dosen saya di UIN Maliki Malang, Mudjia Rahardjo menyebut, arbitrer itu berarti bahasa itu ucapan, bukan tulisan. Ucapan yang menggabungkan bunyi dan makna. Tidak ada kaitan antara keduanya. bunyi dan arti atau makna tidak saling berkaitan. Itulah arbitrer.

Bahasa bersifat arbitrer yang dipopulerkan Ferdinand de Saussure, linguis asal Swiss terdapat dua sisi bahasa, yaitu penanda atau signifier dan petanda atau signified. Saussure bahkan menambahkan istilah satu lagi yaitu tanda atau sign. Singkatnya, sifat arbitrer berarti tidak harus sama antara rangkaian bunyi dan artinya. Keduanya berbeda. Suka suka.

Yudhistira dalam narabahasa.id memberi contoh sifat arbitrer ini. Ketika menulis, mengucap, atau mendengar kata gunung (penanda), misalnya, kita dapat membayangkan konsep gunung (petanda): tinggi, berpuncak, berkabut, dan penuh dengan pohon. Apakah kata gunung dalam bahasa Inggris mountain juga menyiratkan konsep yang serupa: tinggi, berpuncak, berkabut, dan penuh dengan pohon. Kesimpulannya, penanda yang berbeda dapat merujuk pada petanda yang sama. Inilah salah satu contoh kearbitreran bahasa.

Bagaimana dengan warna merah? Yudhistira menambahkan, warna merah terdapat minimal dua arti. Misalnya, pada lampu lalu lintas yang meminta kita untuk menginjak rem. Padahal, dalam beberapa pandangan, warna merah berarti keberanian. Mengapa tidak kita terjang saja? Lagi-lagi, bentuk dan makna bahasa itu memang suka-suka penuturnya. Kemanasukaan tersebut disepakati oleh sebagian besar masyarakat dan diturunkan kepada generasi penerus di suatu wilayah. Tapi, sekali lagi tapi, bahasa itu tidak seluruhnya bersifat arbitrer, catat itu, haha. Yudhistira menyebut istilah onomatope. Istila ini ditemukannya dalam buku Harimurti Kridalaksana. Artinya istilah adalah ‘peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda atau perbuatan itu’. Misalnya, kita dapat membunyikan kata miaw, untuk menirukan suara kucing. Suara petir pun dapat kita tebak dengan mudah. Onomatope mencerminkan relasi alamiah antara penanda dan petanda. Maka dari itu, dalam onomatope, bahasa tidak bersifat arbitrer.

Rujukan:
https://kbbi.web.id/arbitrer
https://uin-malang.ac.id/r/150201/bahasa-itu-apa-materi-kuliah-sosiolinguistik.html
https://narabahasa.id/linguistik-umum/bahasa-tidak-selamanya-arbitrer

Sholihuddin
Pemerhati bahasa & budaya, yang kebetulan menjadi ketua PC ISNU Kabupaten Kediri
Tags:
ahadcatatankab Kedirinahdlatul Ulamapagi
Prev Post<strong>PADAHAL SEKALI SYAHADAT</strong>
Next PostBahasa & Budaya [6]
Related Posts
  • MEMBACA GUS DUR [7] January 25, 2025
  • MEMBACA GUS DUR [6] January 19, 2025
2 Comments
  1. Reply
    M. Niman Ibnu Syakur February 26, 2023

    Mantul

    • Reply
      kangisnu February 26, 2023

      matun nuwun, mugi2 berkah

Leave a Comment Cancel Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

pcisnukabkediri@gmail.com Email
08533-699-8862 No. WA
Ngadirejo, Kota, Kota Kediri, East Java 64129 Kantor
Candradimuka Digital 2022 - All Rights Reserved.