- July 9, 2022
- adminisnu
- 0 Comments
- 269 Views
- 1 Likes
- CATATAN AHAD PAGI
HAJI METAVERSE
MENGAPA ingin menunaikan ibadah haji? Karena ingin berkomunikasi dengan sang pencipta secara intens dan intensif. Intens berarti tekun, giat, gigih, juga semangat. Komunikasi intensif berarti tidak hanya semangat, tapi juga bersungguh-sungguh. Mengerahkan seluruh waktu, tenaga, biaya, pikiran dan perasaan.
Dialog intensif dalam ibadah haji adalah meneladani Nabi Ibrahim. Jamaah haji meneladani dengan menelusuri tempat-tempat bersejarah. Tempat Nabi Ibrahim menemukan kebenaran. Baginya, kebenaran bisa ditemukan dengan cara komunikatif. Cara ini menjadi pijakan kita dalam menemukan sesuatu. Nabi Ibrahim memulai, kita meneladani.
“Aku tidak berkomunikasi semata dengan kata,” ujar Neale Donald Walsch dalam Conversations with God: An Uncommon Dialogue. Walsch menggunakan perasaan. Baginya, perasaan adalah bahasa jiwa. Perasaan itu emosi. Sebagai hamba, emosi hadir, bermunajat, sambat pada sang khaliq.
Walsch tidak hanya menggunakan perasaan, tapi juga pikiran dalam berkomunikasi. Perasaan dan pikiran tidaklah sama. Pikiran punya alat berupa imajinasi atau khayalan. Setiap manusia beda imajinasi, beda berkomunikasi. Dari imajinasi, manusia melengkapi hidupnya dengan teknologi. Teknologi virtual contohnya. Teknologi virtual adalah inovasi pikiran manusia.
Dalam teknologi virtual haji, Arab Saudi telah memulai proyek berupa haji metaverse. “Apa itu haji metaverse?” tulis Liputan6.com. Secara sederhana, metaverse berarti memindahkan dunia nyata ke dunia virtual. Dengan metaverse, memungkinkan umat Islam untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Mekkah, tanpa berkunjung ke tempat tersebut.
Apakah haji metaverse bisa dinamakan ibadah haji sebenarnya? Tidak. Karena ibadah haji harus hadir jiwa dan raga. Mengunjungi itu tidak hanya perasaan dan pikiran, tapi jasad juga berkunjung di sana. Kunjungan virtual hanya untuk mengenalkan sekaligus persiapan pelaksanaan ibadah atau biasa disebut latihan manasik haji atau umroh.
Kenapa ada haji metaverse? Sekarang ini mudah memberi nama, miskin secara hakikat. Tapi, iya, tapi. Yang perlu diingat, sentuhan teknologi digital, tidak boleh dipandang sebelah mata. Suatu saat digitalisasi terus merasuk dalam kehidupan kita. Alergi dunia digital, akan dilibas dan ditinggal. Ambillah sesuatu yang baru yang lebih baik. Pengaruhi dunia ini, jangan dipengaruhi.
Bagi saya, haji metaverse adalah cara lain berkomunikasi dengan sang khaliq. Bagi Kang Sejo beda dengan saya. Komunikasi dengan Tuhan lewat wiridan. “Duh, Gusti, Engkau yang tak pernah tidur …”. Gusti Allah ora sare. Wiridan ini, kata Mohamad Sobary, dalam Kang Sejo Melihat Tuhan terus diucapkan Kang Sejo, kemanapun dan dimanapun.
Berikut dialog Mohamad Sobary dan Kang Sejo:
“Berapa kali Duh Gusti dalam sehari?” tanya saya.
“Tidak saya hitung.”
“Lho, apa tak ada aturannya? Para santri kan dituntun kiai, baca ini sekian ribu, itu sekian ribu,” kata saya.
“Monggo mawon (ya, terserah saja),” jawabnya. “Tuhan memberi kita rezeki tanpa hitungan, kok. Jadi, ibadah pun tanpa hitungan.”
“Sampeyan itu seperti wali, lo, Kang,” saya memuji.
“Monggo mawon. Ning (tapi) wali murid.” Dia lalu ketawa.
Diam-diam ia sudah naik haji. Langganan lama, seorang pejabat, mentraktirnya ke tanah Suci tiga tahun yang lalu.
“Senang sampeyan, Kang, sudah naik haji?”
“Itu kan rezeki. Dan rezeki datang dari sumber yang tak terduga,” katanya.
“Ayat menyebutkan itu, Kang.”
“Monggo mawon. Saya tidak tahu.”
Ketularan bau Arab, saya tanya kenapa doanya bahasa Jawa.
“Apa Tuhan tahunya cuma bahasa Arab?”
“Kalau sampeyan Dah Duh Gusti di bis apa penumpang lain …”
“Dalam hati, Mas. Tak perlu diucapkan.”
Bagaimana menurut Anda?
Sholihuddin
Ketua PC ISNU Kabupaten Kediri
Leave a Comment