- July 13, 2023
- adminisnu
- 0 Comments
- 134 Views
- 2 Likes
- Goresan Pena, Uncategorized
MERDEKA BELAJAR : Antara Bebas dan Batasan
Sehari sebelum menulis artikel ini, saya sempat mengikuti kelas MOOC (Massive Open Online-Course) dari platform futurelearn.com. Judul kursus tersebut adalah Your Essentials Guide to University Life yang diprakarsai oleh kampus University of Reading (UoR). Secara esensi memang saya tidak bisa membandingkan antara kampus di United Kingdom dengan di Indonesia, tidak apple to apple saja sih. Namun, apa yang pelajari dari kursus tersebut adalah ada beberapa istilah yang perlu ada sebuah penegasan yaitu Further Education dan Higher Education.
Further education dalam Bahasa Indonesia mudahnya disebut Pendidikan Tingkat Lanjut, dengan kriteria A Levels, BTEC Level 3, NVQ Level 3, IB and T Levels (ini adalah kualifikasi di UK yang saya tidak akan Bahas terlalu dalam). Pendidikan Tingkat Lanjut ini adalah pelajar dengan usia 16 sampai dengan 18 tahun lah ya! Kalau di Indonesia usia tersebut adalah usia Sekolah Menengah Atas atau Aliyah untuk sekolah di bawah naungan Kementerian Agama. Di UK sendiri, biaya dan bangunan menjadi bahasan yang mudah karena tidak berbayar karena di level tersebut tidak tersedia sertifikat namun lebih ke arah membangun nalar kritis bagi warga neraga di usia 16-18 tahun sebelum memasuki dunia kerja atau Pendidikan Tinggi.
Berbeda dengan Higher Education atau dikenal dengan Pendidikan Tinggi, Pendidikan ini adalah berkualifikasi Degrees, Degree Apprenticeships, Higher National Diplomas (HND), Higher National Certificates (HNC). Sama halnya dengan kualifikasi pada Pendidikan Tingkat Lanjut, saya tidak akan membahas lebih banyak tentang kualifikasi tersebut karena memang itu di UK, dan akan susah pula membayangkan hal tersebut terjadi di Indonesia. Namun, di sisi lain, Pendidikan Tinggi adalah untuk pelajar Usia 18 tahun ke atas dengan tanpa Batasan usia.
So, kenapa saya menjelaskan Pendidikan Tingkat Lanjut dan Pendidikan Tinggi sebagai pembuka? Saya akan mengerucutkan satu hal lagi ya, yaitu hal yang sedang dipromosikan di Kurikulum Pendidikan Tinggi. Saya mengambil dari web https://kurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka/, sudah lengkap banget ya pembahasan terkait kurikulum tersebut. Termasuk buku-bukunya pun tersedia lengkap, bolehlah kalian klik untuk lebih tahu banyak. Ya, kurikulum tersebut menjadi angin segar atau angin lalu, tergantung masing-masing instansi ya! Karena setiap pergantian kurikulum, tak kalah berganti adalah tren di instansi, Pendidik, pelajar, orangtua, bahkan lingkunganpun ikut berotasi.
Sebenarnya bagaimana merdeka belajar ini?
Untuk hal ini saya ingin berfokus saja pada pada Pendidikan Tinggi, dengan sasaran pelajar adalah mahasiswa. Saya berasumsi ini akan sedikit nyambung dengan Higher Education di UK tadi. Kenapa saya memilih UK? Lebih kea rah preferensi saja sih, menurutku UK itu Negara yang murah ilmu dan pengetahuan meskipun pakainya Bahasa Inggris sebagai alat menyampai ilmunya. Salah satu buktinya adalah MOOC yang saya sebutin di atas itu ya!
Saya mau ngambil pengertian paling simple dari Kurikulum Merdeka, di Google-pun paling atas, asumsi saya itu adalah pengertian paling mudah diterima oleh siapapun. Kurikulum Merdeka Belajar adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada para peserta didik untuk mengatur dan mengembangkan cara belajar mereka sendiri secara mandiri. Kalua bekenan mengetahui implementasinya, di internetpun tersedia banyak artikel ilmiahnya, termasuk opini di koran-koran online.
Pelajar di Tingkat Pendidikan Tinggi, di Indonesia sih nyebutnya mahasiswi. Mereka punya tridharma Pendidikan Tinggi sebagai acuan hidup di kampus nanti. Selanjutnya, merekapun punya label Agent, yaitu: Peran Mahasiswa · 1. Agent of change · 2. Social control · 3. Moral force · 4. Guardian of value · 5. Iron stock. Sepertinya nambah dua peran ya, 2009 saat saya menjadi mahasiswi peran saya Cuma tiga doank sih! Tapi tidak masalah malah makin bagus kok.
Indonesia itu Negara tanpa kekurangan instansi Pendidikan, walau menurutku, tidak semua warga negara mendapat hak akses yang sama. Termasuk Pendidikan tinggi, Jumlah perguruan tinggi paling banyak mencapai 4.091 unit pada 2018. Bila dilihat lebih rinci, sebanyak 3.107 perguruan tinggi berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada 2022. Persoalannya adalah, apakah jumlah tersebut sudah berkontribusi positif? Termasuk di bidang membangunan nalar kritis, melahirkan alumni dengan kecakapan bekerja cerdas, dan mampu beradaptasi dengan zaman yang cepat berubah.
Merdeka Belajar sebenarnya boleh jadi masih jadi impian, namun sudah diatur agar mimpinya tercapai gitu kan ya! Sebab, persoalan di Pendidikan Tinggi sangatlah kompleks, apalagi untuk warga neraga dengan usia 18 tahun ke atas. Bila Pendidikan masih menggunakan metode belajar memorization misalnya, alias hafalan; boleh jadi berfikir kritis ini akan lama dibangunnya. Enggak salah pula ya sama metode itu, Cuma kan karakter pelajar di Indonesia ini beragam pula tiap tahunnya.
Merdeka itu kan maknanya bebas ya? Ya, sebut sajalah demikian. Boleh kok!
Sebenarnya pula, Kurikulum Merdeka Belajar itu kan ada visi-misinya juga. Jelas saja implementasinya akan berbeda di setiap instansi.
Namun begini, bebas terarah itu tidaklah gampang diwujudkan. Dimanapun itu, sama saja. Pelajar dengan usia di atas 18 tahun juga pasti masa-masa menggebu-nggebu ditambah dengan karakter idealis yang masih tinggi. Hal tersebut bila tak dibaca dengan baik, maka perpotensi menghasilkan kontribusi negatif untuk Indonesia. Di bagian akhir paragraph ini, saya ingin memberikan sebuah insight bahwa Merdeka Belajar untuk mahasiswa perlu pula menjadi Bahasan Sentral bagi mahasiswa itu sendiri, tak harus terbatas pada dosen dan Negara. Sepuluh, duapuluh tahun ke depan mereka adalah harapan dan penerus Indonesia.
Novi Nur Lailisna
Educator-Researcher, Yayasan Sakadiri Kediri
Leave a Comment