TETAP DALAM QADAR (KETENTUAN) ALLAH
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Umar bin Khaththab ra. pergi ke negeri Syam, ketika beliau sudah sampai di Suragh (suatu tempat berjarak tiga belas hari perjalanan dari Madinah, hampIr sampai di Syam), maka pembesar-pembesar negeri Syam menemuinya, pembesar itu adalah Abu Ubaidah bin Jarrah dan bawahannya. Mereka memberi tahu Umar bahwa wabah telah menyerang Syam. Umar berkata kepada saya (Ibnu Abbas): “Panggilkan orang-orang Muhajirin yang pertama!” Saya pun memanggil mereka. Lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Umar mengatakan kepada mereka bahwa wabah penyakit telah menyerang Syam. Mereka berselisih pendapat. Ada yang berkata: “Kamu keluar (pergi) adalah untuk suatu urusan (yaitu memerangi musuh) dan kami tidak sependapat bila kamu kembali.” Ada pula yang berkata: “Bersamamu ada orang-orang dan para sahabat Rasulullah saw. Dan kami tidak sependapat kamu menjerumuskan mereka ke dalam wabah itu.” Umar berkata: “Pergilah kalian dariku.” Kemudian Umar berkata: “Panggilkan sahabat-sahabat Anshar.” Saya memanggil mereka. Lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Mereka inipun sama dengan para sahabat Muhajirin, berbeda pendapat seperti perbedaan pendapatnya para sahabat Muhajirin. Umar berkata: “Pergilah kalian dariku.” Kemudian berkata: “Panggilkan orang yang berada di sini di antara orang-orang tua Quraisy yang masuk Islam sebelum terbukanya Makkah.” Saya pun memanggil mereka. Ternyata dua orang di antara mereka tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini. Mereka berkata: “Kami berpendapat semua orang diajak kembali dan tidak membawa mereka ke wabah itu.” Umar lalu menyerukan kepada orang banyak: “Sungguh, aku berpagi-pagi di atas punggung kendaraan, maka berpagi-pagilah kalian di atasnya.” (Sejak semula dilalui ijtihad Umar bermaksud kembali ke Madinah. Ketika mendengar pendapat kebanyakan sahabat beserta keutamaan orang-orang yang bermusyawarah dengannya, maka ia pun mantap memutuskan untuk kembali). Abu Ubaidah bin Jarrah ra. berkata: “Apakah kita lari dari qadar (ketentuan) Allah?” Umar ra. menjawab: “Seandainya bukan kamu yang berkata, hai Abu Ubaidah! Umar tidak suka bantahan Abu Ubaidah itu. Ya! Kita lari dari qadar Allah untuk menuju qadar Allah yang lain. Apa pendapatmu andaikata kamu mempunyai seekor onta yang turun ke sebuah lembah yang mempunyai dua sisi, yang satu subur dan yang satu lagi kering. Tidakkah jika kamu menggembalakannya ke bagian yang subur itu adalah sesuai dengan qadar Allah, dan kalau kamu menggembalakannya ke tanah kering juga sesuai dengan qadar Allah?” Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya: Lalu datanglah Abdurrahman bin Auf ra., sebelumnya ia tidak ada, karena mempunyai hajat. Ia berkata: “Saya mempunyai pengetahuan dalam persoalan ini. Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kalian mendengar ada wabah dari suatu negeri, maka janganlah kamu datang ke negeri itu. Dan apabila wabah itu menyerang suatu negeri, sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar, lari darinya.” Maka Umar pun memuji Allah dan bubaran.”
*Dinuqil dari Terjemah Kitab Riyadus Sholihin
Ali Mustofa
Koordinator Bidang Pengembangan & Kerjasama Lembaga Pendidikan ISNU Kab. Kediri
Leave a Comment