• 08533-699-8862
  • pcisnukabkediri@gmail.com
  • Mon – Fri: 8:00am – 7:00pm
PC ISNU Kab. Kediri PC ISNU Kab. Kediri
  • Beranda
  • Profil
    • Susunan Pengurus
    • Program Kerja
    • Tentang Kami
    • Visi Misi
  • Informasi
    • Seragam ISNU
    • Cara Menjadi Anggota ISNU
  • AHAD PAGI
  • Download File
  • KHAZANAH ISLAM
    • DUA SALING
    • Sikap Islam Terhadap Budaya
    • Kick Off
    • Amanat ?
    • Hijrah Berguru
    • Jangan Salah Semangat
    • Buku Muʼtamar ke-XXII Partai Nahdlatul ʼUlama
  • GALERI
    • Galeri Video
  • December 8, 2024
  • adminisnu
  • 0 Comments
  • 32 Views
  • 1 Likes
  • CATATAN AHAD PAGI

SLAMETAN [2]

ing titimangsane
wong Jawa kari separo

Kenapa dalam acara slametan biasanya ada sajian ayam ingkung? Agus Sunyoto dalam buku Atlas Walisongo memberikan penjelasan. Menurutnya, kata ingkung diambil dari kata jinakung dan manekung yang berarti memanjatkan doa. Ayam ini berasal dari ayam tu-kung yang merupakan sesaji agama kapitayan yang berkembang jauh sebelum agama Islam masuk ke nusantara.

Biasanya, ayam ingkung disajikan utuh atau tidak dipotong-potong. Ayam yang digunakan ayam kampung jantan, bukan betina. Maknanya, sebagai manusia bersikap tunduk dan merendah. Juga, melambangkan kebersamaan, kesuburan, dan keberkahan.

Slametan itu mengintegrasikan rasionalitas dan spiritualitas. Rasionalitas? Slametan berfungsi memperkuat hubungan sosial berupa gotong royong dan menjaga harmoni. Orang Jawa sangat menjunjung tinggi konsep rukun (keselarasan). Slametan menjadi cara untuk menjaga hubungan baik dengan tetangga dan komunitas, menghindari konflik, serta menenangkan situasi sosial.

Lalu bagaimana spiritualitas slametan? Orang Jawa percaya bahwa slametan dapat menghadirkan keberkahan. Slametan mencerminkan keyakinan akan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam Islam Jawa, doa-doa slametan sering kali mengandung unsur tawakal dan pengakuan atas kekuasaan Tuhan, meskipun bentuknya dipadukan dengan tradisi lokal.

Kondisi sekarang, banyak yang mengutamakan rasionalitas daripada spiritualitas. Gus Dur mengingatkan kita ramalan Jayabaya. Dalam Jangka Jayabaya disebutkan, wong Jawa kari separo. Apa maknanya? Bagi Gus Dur, bukan dari segi jumlah penduduknya. Namun, hilangnya spiritualitas. Misalnya, dibeberapa tempat tidak mau wiridan, riyadhah, dan ziarah kubur. Mereka enggan melakukan laku batiniah. Idealnya, kita memadukan aspek rasionalitas dan spiritualitas. Dunia lahir dan batin harus seimbang, agar tidak kari separo.

Sumber:
https://desatepus.gunungkidulkab.go.id/first/artikel/2933
https://nu.or.id/nasional/sebagai-cendekiawan-gus-dur-integrasikan-rasionalitas-dan-spiritualitas-fsYk6

Sholihuddin, pemerhati bahasa & budaya yang kebetulan menjadi Ketua PC ISNU Kabupaten Kediri.

*Catatan AHAD Pagi edisi #56

Tags:
ahadcatatanisnuisnu Kab Kedirinahdlatul Ulama
Prev PostSLAMETAN [1]
Next PostMEMBACA GUS DUR [1]
Related Posts
  • MEMBACA GUS DUR [7] January 25, 2025
  • MEMBACA GUS DUR [6] January 19, 2025

Leave a Comment Cancel Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

pcisnukabkediri@gmail.com Email
08533-699-8862 No. WA
Ngadirejo, Kota, Kota Kediri, East Java 64129 Kantor
Candradimuka Digital 2022 - All Rights Reserved.