SAMUDANA [1]
Kulo nuwun
Mangga
Niku sinten?
Kula
Kula sinten?
Kula nuwun
Tidak banyak yang tahu, ungkapan populer di atas adalah lagu No Koes. Lagu pop Jawa berjudul Kulo Nuwun diciptakan Koes Bersaudara atau keluarga Koeswoyo. Mereka adalah John, Tonny, Yon, Yok dan Nomo. Koes Bersaudara adalah grup musik legendaris tahun 60-an asal Tuban. Mereka telah menciptakan 203 lagu dalam 17 album.
Sekarang, kita masih menikmati lagu-lagu Koes Bersaudara. Misalnya, Kolam Susu, Cubit-cubitan, Bujangan, Buat Apa Susah, Kapan-kapan, Kisah Sedih di Hari Minggu, dan Kembali ke Jakarta. Mengapa lagu mereka sampai sekarang masih segar dalam ingatan kita? Butuh waktu lama menjelaskannya. Termasuk, apakah sama, Koes Plus dan Koes Bersaudara?
Dari Koes Bersaudara, saya jadi tahu, orang Jawa itu suka samudana. Ungkapan wong Jawa nggone semu, sinamun ing samudana, sesadone ingadu manis adalah buktinya. Artinya, wong Jawa nggone semu (orang Jawa cenderung semu atau terselubung), sinamun ing samudana (ditutup kata-kata tersamar), sesadone ingadu manis (masalah apa pun dihadapi dengan muka manis).
Samudana adalah fatis atau phatic. Secara sederhana, fatis merupakan kemampuan berbahasa seseorang untuk memecah kesunyian dan memperkuat keakraban antar sesama. Itulah contoh karakter Jawa. Orang Jawa suka basa-basi atau lip service.
Dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia (KBJI), samudana mempunyai arti mulut manis, wajah ramah; dan perkataan basa-basi, dalih. Disamudana berarti diterima dengan kata-kata manis; dan ditanggapi dengan baik. Ungkapan kulo nuwun, kemudian dijawab mangga, ditanya, niku sinten? Kemudian dijawab kula adalahkomunikasi atau dialog standard. Tapi, ketika tanya lagi, kula sinten? Kemudian dijawab kula nuwun itulah samudana.
Sholihuddin, pemerhati bahasa & budaya yang kebetulan menjadi Ketua PC ISNU Kabupaten Kediri.
*Catatan AHAD Pagi edisi #53
Leave a Comment