Antropolinguistik [1]
Mengapa memakai judul ini? Karena saya suka. Suka saja tidak cukup, saya kemudian mencari tahu tentang arti dan seluk beluk judul ini. Hampir satu bulan, saya berselancar ke sana kemari, mondar-mandir. Karena suka, tidak terasa, saya mendapatkan puluhan hampir ratusan sumber bacaan. Karena suka, saya ingin berbagi mengenai judul ini.
Ada tiga sumber bacaan yang terus saya baca. Tiga buku ini menurut pengamatan mata awam saya merupakan buku babon atau buku induk. Saya baca –setengah tidak paham— buku karya Alessandro Duranti, Linguistic Anthropology. Saat lain, saya juga baca buku karya J. Van Baal. Buku ini asli berbahasa Belanda Geschiedenis en Groei van de Tbeorie der Culturele Antbropologie (tot ± 1970). Diterjemahkan menjadi Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (hingga ± 1970). Karena saya merasa awam dengan ilmu ini, saya kemudian menemukan buku ketiga. Judulnya, Kajian Antropolinguistik: Relasi Bahasa, Budaya dan Kearifan Lokal Indonesia yang ditulis Elisa Nurul Laili. Ketiga buku ini, terus dan terus saya baca.
Petualangan ternyata belum selesai, saya kemudian ingin menelusuri jejak antropologi Gus Dur. Koq antropologi? Bukankah judul ini ada linguistiknya. Ya namanya petualangan, semak berduri akan tertemui. Saya menemukan tulisan Gus Dur tentang Antropologi pada web gusdur.net dan antrounair.wordpress.com. Saya kemudian berangsek menelusuri tulisan-tulisan Gus Dur tentang ini. Ahayyy, saya nemu. Buku Kiai Nyentrik Membela Pemerintah disebut sebagai buku antropologi. Buku karya Gus Dur yang lain, Tuhan Tidak Perlu dibela dan Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, juga menarik dikuliti dari sisi antropologinya. Ternyata, petualangan belum ada tanda-tanda usai.
Sholihuddin
Pemerhati Bahasa & budaya, yang kebetulan menjadi ketua PC ISNU Kabupaten Kediri
Leave a Comment