Pemimpin Jawa [3]
Pemimpin Jawa berpegang pada tiga pandangan. Pertama, politik sumur dan sungai. Kedua, prasaja dan manjeng ajur-ajer, dan ketiga, suket teki. Sumur merujuk pada sikap egois. Sungai sebaliknya, untuk kepentingan umum. Prasaja bermakna sederhana dalam bersikap. Manjeng ajur-ajer berarti hadir di tengah masyarakat. Suket teki itu kuat dan tidak mengenal putus asa. Pemimpin Indonesia pilih mana?
Apa maksud metafor pemimpin Jawa berjiwa sumur dan sungai? Sumur punya karakter airnya bersih dan tenang. Tapi, sisi negatif sumur mendominasi. Sumur lumaku tinimba. Maknanya, air sumur berfungsi ketika ditimba airnya. Air sumur akan tenang, jika tidak ditimba. Pemimpin Jawa selalu ingin dilayani, bukan melayani.
Sebaliknya, karakter sungai emoh egois apalagi dilayani. Sungai menempatkan dirinya untuk kepentingan umum. Airnya bermanfaat bagi orang banyak. Dinikmati bersama.
Sungai juga mempunyai sisi lemah. Air sungai sering kotor. Intrik-intrik politik sering memainkan peran. Pemimpin Jawa bersikap tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada kepentingan abadi.
Ada juga, sikap pemimpin Jawa yang prasaja dan manjing ajur-ajer. Sikap prasaja ini punya makna pemimpin Jawa memegang teguh kesederhanaan. Kebijakannya tidak menyengsarakan rakyat. Sedang sikap manjing ajur-ajer berarti pemimpin Jawa dekat dan hadir dengan warganya. Dia melindungi dan mensejahterakan rakyat. Dia memimpin dengan hati.
Ada tiga sikap yang terpatri dalam falsafah prasaja dan manjing ajur-ajer. Pertama, aja gumunan. Kedua, aja kagetan dan ketiga, aja dumeh. Aja Gumunan bermakna tenang dan berwibawa dalam bersikap. Aja kagetan berarti tidak kaget ketika ada guncangan. Perang opini boleh, tapi tidak responsif berlebihan. Aja dumeh bermakna tidak membanggakan diri. Ketiga pandangan ini, terkadang masih dilakukan para pemimpin negeri ini.
Apa makna pemimpin Jawa berpegang pada metafor suket teki? Suket atau rumput teki identik dengan kekuatan lahir batin, tidak mudah menyerah dengan keadaan. Tapi, suket teki punya kelemahan, suka menang sendiri. Pendapat pribadi merasa paling benar. Emoh menerima pendapat meski benar.
Terakhir, lirik lagu Suket Teki karya Didi Kempot agaknya sesuai atau “dipas-paskan” mengiringi tulisan ini:
Wong salah ora gelem ngaku salah
Suwe-suwe sopo wonge sing betah
Mripatku uwis ngerti sak nyatane
Kowe selak golek menangmu dewe
Tak tandur pari jebul tukule malah suket teki
Sholihuddin
Pemerhati bahasa & budaya, yang kebetulan menjadi ketua PC ISNU Kabupaten Kediri
Leave a Comment